Karya Ilmiah
TESIS (4836) - Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Debitur Akibat Adanya Merger Bank Perekonomian Rakyat (BPR)
Pengaturan pelaksanaan merger BPR yang berbentuk PT tunduk pada ketentuan di dalam UUPT. Sebagaimana Pasal 126 ayat (1), BPR yang akan melakukan merger harus memperhatikan kepentingan para pihak yang berhubungan dengan bank (stakeholders), salah satunya adalah nasabah debitur sebagai masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai lembaga yang memiliki peran dalam proses pelaksanaan merger pada Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pelaksanaan merger Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan kedudukan nasabah debitur akibat adanya pelaksanaan merger Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, dimulai dari tahap awal penyampaian dokumen persiapan yang dilakukan oleh direksi masing-masing BPR, hingga dilakukannya proses administrasi dan pelaporan kepada OJK setelah diizinkannya pelaksanaan merger tersebut oleh OJK dan telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham). Pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah agar pelaksanaan merger pada BPR berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan OJK. Adapun persyaratan dan tata cara pelaksanaannya telah diatur dalam POJK 21/2019. Agar mencegah terjadinya dampak negatif dari pelaksanaan merger, BPR diwajibkan untuk melakukan notifikasi kepada KPPU paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan merger. Hasil kedua, upaya perlindungan hukum bagi nasabah debitur adalah dengan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Secara preventif, hak-hak nasabah debitur telah diatur sebagaimana dalam POJK Perlindungan Konsumen. Selain itu, nasabah debitur juga dapat mensyaratkan novasi subyektif aktif akibat adanya pelaksanaan merger, hal tersebut agar memberikan adanya kejelasan dan kepastian bagi nasabah debitur terutama terkait pembayaran kewajiban atas pelunasan utangnya. Apabila terjadi eksekusi terhadap jaminan milik nasabah debitur, kreditur baru harus melakukan prosedur sesuai aturan hukum yaitu melalui musyawarah dan melakukan surat peringatan (somasi) sebanyak 3 (tiga) kali kepada nasabah debitur apabila musyawarah tersebut dinilai gagal. Kemudian apabila nasabah debitur dirugikan, maka nasabah debitur dapat mengajukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum terhadap kreditur baru di Pengadilan Negeri sebagai bentuk perlindungan hukum represif.
032124153014 | 4836 Rom p | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain