Karya Ilmiah
TESIS (4645 ) - Upaya Hukum Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Pada Perkara Pidana Tertentu Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XXI/2023
Putusan Mahkamah Konstitusi 20/PUU-XII/2023 melarang Jaksa mengajukan upaya hukum peninjauan kembali dalam perkara pidana, sehingga secara limitatif peninjauan kembali hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan bukan putusan pemidanaan. Namun sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut beberapa praktik penerapan hukum oleh Pengadilan upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa kerap kali diterima dan dikabulkan, hal ini tidak terlepas dari adanya paradoks antara Pasal 263 ayat (1) dengan ayat (3) KUHAP. Permasalahannya jika seandainya terdakwa yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum itu ternyata putusan yang menguntungkannya itu penuh dengan skenario, rekayasa dan tipu muslihat tentunya tidak adil bagi Jaksa yang mewakili korban atau pada perkara pidana tertentu yang menimbulkan korban. Kasasi demi kepentingan hukum dipandang tidak cukup karena upaya hukum tersebut tidak boleh merugikan terdakwa. Oleh karena itu apa ratio decidendi Mahkamah Konstitusi 20/PUU-XII/2023 ? Apakah upaya hukum peninjauan kembali oleh Jaksa dibenarkan pada perkara pidana tertentu ? tujuan penelitian ini untuk menganalisis dan mengevaluasi putusan Mahkamah Konstitusi 20/PUU-XII/2023 dan peninjauan kembali oleh Jaksa pada perkara pidana tertentu.
Metode penelitian ini adalah penelitian hukum yang mencari kebenaran koherensi, yaitu adakah koherensi putusan Mahkamah Konstitusi 20/PUU-XII/2023 dengan prinsip-prinsip hukum dan adakah koherensi peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa pada perkara pidana tertentu dengan prinsip-prinsip hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, kasus, dan perbandingan. Bahan hukum penelitian ini ialah bahan hukum primer dan sekunder. Pengumpulan bahan hukum primer lalu diikuti bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum dilakukan secara deskriptif, komparatif, evaluatif dan argumentatif.
Hasil pertama, ratio decidendi putusan Mahkamah Konstitusi 20/PUU-XII/2023 ialah Jaksa dipandang diberikan kesempatan yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, larangan peninjauan kembali oleh Jaksa dipandang bentuk perlindungan hak asasi manusia terhadap terpidana, filosofi peninjauan kembali merupakan hak terpidana jika negara telah salah menghukum seseorang, KUHAP telah memberikan kesempatan yang sama antara terpidana dan Jaksa dalam mengajukan upaya hukum dan kewenangan peninjauan kembali yang dimiliki oleh Jaksa berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang. Hasil kedua, upaya hukum peninjauan kembali oleh Jaksa di Indonesia dibenarkan pada perkara pidana tertentu sebagian dibenarkan dan sebagian lainnya tidak dapat dibenarkan pada praktik pengadilan, sehingga menimbulkan disparitas putusan. Padahal secara aturan hukum jika dibandingkan dengan Pasal 482a KUHAP Belanda, peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa di benarkan pada perkara pembunuhan. Selain pembunuhan, pada perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa juga di benarkan pada Pasal 362 KUHAP Jerman.
Kata Kunci: Upaya Hukum; Peninjauan Kembali, Perkara Pidana Tertentu; Jaksa.
231221030 | 4645 Abi u | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain