Karya Ilmiah
DISERTASI (405) - Reformulasi Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Pengedar Narkotika
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan dan mendasarkan pada hukum dan asas yang berlaku. Pendekatan hukum dan peraturan dilakukan dengan menelaah ketentuan hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan-peraturan terkait lainnya untuk menentukan dan mengetahui umur seorang anak sebelum hukum. relevan dalam hukum pidana nasional.
Berdasarkan pendekatan di atas, hasil pembahasan dari penelitian ini adalah:
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Definisi ini diturunkan dari undang-undang yang dikenal dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang menggantikan undang-undang yang dikenal dengan Undang-Undang Pengadilan Anak. Sebagai hasil dari definisi ini, jelas bahwa Badan Legislatif telah mencapai konsensus bahwa usia delapan tahun adalah usia yang tidak sesuai bagi seseorang untuk dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang telah dilakukannya.
Keterlibatan anak di bawah usia 12 tahun sebagai kurir atau pengantar narkoba harus dilihat sebagai masalah khusus. Hal ini karena dalam hal pertanggungjawaban, anak di bawah usia 12 tahun dianggap belum memiliki keterampilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sejalan dengan itu, mekanisme penyelesaian perkara pidana anak dalam UU SPPA cenderung menganut sistem restorative justice. Sehingga dalam pelaksanaannya mengutamakan aspek diversi terhadap anak yang bermasalah dengan hukum. Namun, permasalahan anak di bawah usia 12 tahun yang menjadi kurir narkoba tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengedepankan aspek diversi. Sebab, anak-anak yang terlibat dalam peredaran narkoba perlu dipertanyakan pemahamannya tentang tugasnya sebagai pengedar narkoba. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang menegaskan bahwa anak yang bersangkutan tidak mengetahui apakah dirinya dimanfaatkan untuk melancarkan bisnis narkoba atau justru anak tersebut diposisikan sebagai rangkaian strategi peredaran narkotika di Indonesia.
Keberadaan kewenangan kejaksaan di Indonesia dalam melakukan penuntutan sangat erat kaitannya dengan asas dominus litis, sehingga penentuan dan pengendalian kebijakan penuntutan hanya ada pada satu pihak yaitu kejaksaan.
Dalam hal penanganan kasus narkotika, khususnya anak sebagai pengedar, diperlukan perhatian kejaksaan untuk lebih mengontrol hasil penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian agar dapat menangkap pelaku pengedar narkotika anak untuk mengungkap jaringan besar pengedar narkotika. Hingga saat ini belum ada kajian atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang kewenangan kejaksaan untuk mengontrol hasil penyidikan oleh pihak kepolisian untuk dapat menangkap pelaku pengedar narkotika anak untuk mengungkap jaringan besar pengedar narkotika di belakangnya. Ke depan, diharapkan kejaksaan dengan kewenangannya mampu membuat peraturan yang berpihak pada anak pengedar narkotika namun mampu mengungkap jaringan peredaran narkotika dan memberikan efek jera yang lebih kepada pengedar narkotika dewasa.
Kata Kunci : Anak, Batasan Usia, Tindak Pidana Narkotika
031617017321 | 405 Pra r | Ruang Disertasi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain