Karya Ilmiah
TESIS (4582) - Penghapusan Kewajiban Perpajakan Bagi Wajib Pajak Yang Telah Menjalani Pidana Di Bidang Perpajakan
Tujuan pemidanaan di bidang perpajakan berbeda dengan tujuan pemidanaan pada pidana umum yaitu menitikberatkan pada pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui pemulihan kerugian keuangan negara di bidang perpajakan. Hal ini tercermin dari adanya prosedur penghentian tindakan penegakan hukum secara pidana pada tiap tahapan penegakan hukum dan menempatkan pengenaan sanksi pidana berupa pemenjaraan sebagai alternatif terakhir (ultimum remedium). Hapusnya ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP mengatur terhadap Wajib Pajak yang telah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tetap dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. Politik hukum pajak dalam ketentuan ini adalah dalam rangka untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara akibat tindak pidana pajak yang belum dibayarkan oleh pelaku (Wajib Pajak), namum ketentuan Pasal 13 ayat (5) ini dihapus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini menimbulkan permasalahan, yaitu hilangnya atau berkurangnya hak negara atas penerimaan pajak yang seharusnya diterima.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan yuridis normatif yang mengkaji penerapan kaidah atau norma serta berbagai peraturan hukum yang bersifat formil terhadap kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Salah satu unsur tindak pidana di bidang perpajakan adalah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara namun dengan dihapusnya Pasal 13 ayat (5) UU KUP menghilangkan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan upaya mengembalikan kerugian tersebut dengan relevansi daluarsa hak penagihan dari Direktur Jenderal Pajak yang diatur dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c UU KUP.
Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan penjatuhan sanksi pidana dalam tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dikenakan sanksi pidana minimal 6 (enam) bulan dan maksimal 6 (enam) tahun dan denda minimal 2 (dua) dan maksimal 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, apabila terpidana tidak mampu membayar pidana denda tersebut maka merugikan Pendapatan Negara karena instrument untuk melakukan penagihan telah dihapus. Diperlukan suatu kebijakan hukum yang mengatur mengenai posisi pajak terutang dari Wajib Pajak yang telah menjalani pidana. Penulisan ini berharapkan dapat ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana yang tepat terhadap kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang telah menjalani pidana agar terjadi sinergitas antara Aparat Penegak Hukum.
Kata kunci: Kewajiban Perpajakan; Tindak Pidana di bidang Perpajakan; Utang Pajak.
032114153005 | 4582 Han p | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain