Karya Ilmiah
TESIS (4537) - Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Amandemen Konstitusi
MPR sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengamandemen konstitusi. Selama ini agenda amandemen konstitusi, sebagian besar dipengaruhi oleh aktor politik. Sehingga partai politik di MPR merupakan kunci terjadinya reformasi politik dan reformasi konstitusi di Indonesia. MPR yang juga sebagai representatif partai politik tentu lebih banyak merepresentasikan kepentingan politik daripada keahlian hukum dan kehendak rakyat. Untuk itu, diperlukan gagasan Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji amandemen konstitusi, agar substansi perubahan konstitusi berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, bukan pada kepentingan politik. Penelitian ini bertujuan menganalisis kewenangan mahkamah konstitusi dalam menguji amandemen konstitusi berdasarkan perspektif perbandingan dan desain konstitusional kewenangan MKRI dalam menguji amandemen konstitusi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Adapun kerangka teori yang digunakan, yaitu: perubahan konstitusi, Judicial Review, check and balance, independence of judiciary, negara hukum, konstitusionalisme, equality before the law dan konsep demokrasi.
Adapun hasil penelitian ini bahwa desain konstitusional amandemen konstitusi oleh MKRI dapat diadopsi dari negara-negara yang telah memberikan Mahkamah Konstitusi kewenangan menguji amandemen konstitusi, seperti Afrika Selatan, Kolombia, Rumania dan Turki. Pengadopsian tersebut dapat diterapkan secara kolektif maupun parsial. Keterlibatan MK dalam pengujian amandemen konstitusi di negara-negara tersebut telah membuktikan bahwa Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga yang kuat, berwibawa, dan disegani oleh aktor politik. MKRI dibatasi kewenangannya hanya untuk menguji substansi amandemen UUD. Adapun pijakan bagi MKRI dalam menguji amandemen konstitusi adalah berdasarkan prinsip demokrasi dan negara hukum. Pelibatan MK dalam menetralisir proses politik seharusnya dilakukan sejak awal pembentukan bahkan sebelum amandemen itu dilakukan, bukan justru setelah amandemen disahkan.
032114153043 | 4537 Azi w | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain