Karya Ilmiah
TESIS (4477) - Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap Terkait Barang Bukti Tindak Pidana Ringan Yang Tidak Diserahkan Oleh Penyidik Kepada Jaksa Selaku Eksekutor
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian dan analisis secara kritis tentang pengaturan dan pelaksanaan tentang eksekusi barang bukti tindak pidana ringan dalam hukum positif di Indonesia dan melakukan pengkajian dan analisis secara kritis tentang formulasi yang ideal pelaksanaan eksekusi barang bukti dalam perkara tindak pidana ringan oleh jaksa perspektif ius constituendum ( hukum yang berlaku di masa mendatang).
Pengaturan mengenai tindak pidana ringan dalam hukum positif Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: terkait dengan tindak pidananya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Daerah sedangkan Pelaksaan atau penegakan hukumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, dan Peraturan Daerah. Namun untuk pengaturan tentang pelaksanaan eksekusi barang bukti dalam Tindak pidana Ringan oleh Jaksa baru sebatas diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum Nomor: B-3523/E/EJP/11/2012 perihal Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat serta penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) tanggal 19 Nopember 2012. Belum ada pengaturan setingkat undang-undang, sehingga dapat dikatakan masih terdapat kekosongan hukum pelaksanaan eksekusi barang bukti dalam Tindak pidana Ringan oleh Jaksa.
MoU atau Surat Edaran atau Nota Kesepakatan Bersama ini hanya berlaku dan mengikat antar para pihak saja, dan tidak berlaku umum. sehingga MoU atau Surat Edaran atau Nota Kesepakatan Bersama di atas bukan merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat diambil kesimpulan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum Nomor: B-3523/E/EJP/11/2012 perihal Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat serta penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) tanggal 19 Nopember 2012 ditinjau dari teori perundang-undangan tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan. Jadi seharusnya dibentuk dalam bentuk peraturan perundang-undangan entah itu diatur tersendiri dalam undang-undang khusus atau dimasukkan sebagai tambahan di dalam KUHAP yang sudah berlaku sekarang. Dan juga perlunya dibentuk suatu formulasi baku sebagai wadah peraturan-peraturan bersama yang dibentukantarlembaga dan/atau komisi negara, yang tentunya harus dimasukkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan sehingga tidak menimbulkan sesat tafsir dan dengan tujuan agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan kerancuan.
031914153010 | 4477 Adh p | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain