Karya Ilmiah
TESIS (4417) - Keabsahan Non-Fungible Token Sebagai Aset Digital Yang Dapat Menjadi Objek Bermuamalah Dalam Perspektif Syariah
Era digitalisasi berimplikasi kepada segala aspek kehidupan. Salah satu produk digitalisasi adalah NFT. NFT memiliki nilai ekonomi yang dapat digunakan dan dimiliki oleh subjek hukum dan dapat menjadi objek untuk bermualah. Tingginya minat masyarakat terhadap NFT dan belum adanya payung hukum membuat perlunya kajian lebih dalam terkait keabsahan transaksi jual beli dan juga mitigasi risiko transaksi jualbelinya. Rumusan masalah yang diulas dalam penelitian ini adalah karakteristik NFT sebagai aset digital yang menjadi objek bermuamalah perspektif syariah dan perlindungan hukum transaksi jual beli NFT sebagai aset digital di Indonesia. Metode yang digunakan adalah statute approach dan conceptual approach. Hasil dari penelitian ini NFT merupakan salah satu aset digital. NFT ini bisa disebut aset digital yang merepresentasikan objek dunia nyata seperti karya seni, lukisan, animasi, foto, video, gambar, musik, tanda tangan, tiket, atau karya kreatif lainnya. Dalam perspektif hukum Islam, NFT diklasifikasikan sebagai Al-Mal Al-Qimi yakni harta yang tidak dapat padanannya di pasar, atau terdapat padanannya akan tetapi nilainya tiap satuannya berbeda. Transaksi jual beli NFT menurut pandangan syariah bertentangan dengan hukum syariah dalam Islam karena nilai NFT yang fluktuatif yang mana mengandung unsur gharar dan dharar. Terdapat solusi dalam transaksi jual beli NFT yakni melalui marketplace souq ataupun funoon yang mana didesain sesuai ketentuan syariah dan persentase penjualannya akan kembali ke kreator sebagai royalti, dan sebagian lain akan disumbangkan ke yayasan amal. Perwujudan dari perlindungan hukum internal adalah NFT smart contract yang mana mengakomodir kepentingan para pihak dalam melakukan sebuah transaksi jual beli NFT pada sistem blockchain. Transaksi jual beli NFT juga diklasifikasikan sebagai transaksi elektronik yang mana akan berlaku regulasi tentang transaksi elektronik dan crypto asset. Salah satu risiko NFT adalah plagiarisme yang berkaitan erat dengan hak cipta, maka akan berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Regulasi yang dibentuk tersebut diatas merupakan bentuk perlindungan eksternal yang dibuat oleh pemerintah dalam hal transaksi jual beli NFT di wilayah Indonesia. Perwujudan dari perlindungan hukum preventif transaksi jual beli NFT adalah melalui adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya pada pasal 29. Selain itu, adanya pengawasan dari instansi terkait yang dilakukan bersama masyarakat, pemerintah serta LPKSM. Sedangkan, perwujudan perlindungan hukum represif dapat ditempuh dengan upaya non litigasi, negosiasi, mediasi, konsilasi, arbitrase, serta upaya terakhir yakni jalur litigasi. Jika dipandang dari perspektif syariah, konsep perlindungan konsumen diimplementasikan dengan adanya konsep khiy?r.
032024253060 | 4417 Sar k | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain