Karya Ilmiah
TESIS (3144) - Hakikat Perundangan yang Gagal Sebagai Alasan Mogok Kerja
Dalam pelaksanaan hubungan industrial dapat terjadi perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara perusahaan dengan pekerja karena adanya
perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja. Di era industrialisasi, masalah
perselisihan hubungan industrial semakin meningkat dan kompleks, sehingga
membutuhkan mekanisme penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah.
Penelitian ini bertujuan menjawab dua pertanyaan. Pertama, apa batasan
perundingan yang gagal sebagai syarat sahnya mogok kerja. Kedua, bagaimana
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial menafsirkan dan menerapkan gagalnya
perundingan sebagai syarat sah-nya mogok kerja. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data kepustakaan
berupa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial.
Dari analisis diketahui, pertama, batasan perundingan yang gagal sebagai
syarat mogok kerja belum diatur secara jelas dan tegas berdasarkan ketentuan
Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang hanya menegaskan
bahwa perundingan yang gagal dapat dijadikan dasar atau alasan bagi pekerja
untuk melakukan mogok kerja. Gagalnya perundingan diartikan tidak tercapainya
kesepakatan pada tahap perundingan bipartit mengenai penyelesaian perselisihan
hubungan industrial. Kedua, Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 104/PHI.G/2012/PN.JKT.PST. dan
Nomor : 162/PHI.G/2012/PN.JKT.PST yang mengabulkan gugatan Pemutusan
Hubungan Kerja akibat mogok kerja para Pekerja sebagai akibat gagalnya
perundingan sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, yaitu memberikan hak kepada Perusahaan untuk
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Pekerja akibat melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur pada Peraturan Perusahaan setelah Pekerja
yang bersangkutan telah diberikan Surat Peringatan sebanyak tiga kali. Majelis
hakim telah tepat menafsirkan bahwa mogok kerja Pekerja dilakukan akibat
gagalnya perundingan Bipartit guna menyelesaikan perselisihan mengenai
pemutusan hubungan kerja.
Berdasarkan analisis yang diperoleh, kepada pembuat undang-undang
disarankan untuk membuat regulasi yang lebih jelas dan tegas mengenai maksud
perundingan yang gagal dan mogok kerja yang tidak sah, sehingga dapat lebih
memberikan perlindungan hukum yang lebih lebih kuat bagi perusahaan dan
pekerja-nya. Kepada pekerja di perusahaan disarankan untuk memanfaatkan
sebaik-baiknya perundingan Bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Kepada Perusahaan disarankan lebih memperlakukan para pekerjanya sebagai
mitra kerja.
031214153119 | 3144 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain