Karya Ilmiah
TESIS (2904) - Fungsi Supervisi dan Koordinasi KPK Terhadap Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Oleh Kejaksaan dan Kepolisian
ABSTRAK
Indonesia serius dalam menangani praktek tindak pidana korupsi dengan
didirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan kepada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Tujuan utama KPK adalah
menciptakan sistem good and cleangovernment (pemerintahan yang baik dan
bersih) dari tindakan korupsi. Dalam meningkatkan efektivitas pemberantasan
korupsi di Indonesia, KPK membutuhkan dukungan, koordinasi dan supervisi dan
kerja sama dengan lembaga penegakan hukum lain. Koordinasi dan Supervisi
dalam pemberantasan korupsi muncul karena ada lembaga-lembaga yang diberi
wewenang yang sama dalam hal penegakan hukum, khususnya pemberantasan
korupsi. Hal itu antara lain tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Pasal 8 angka 2 dan 3.yang memberi kewenangan kepada KPK untuk
melakukan tugas supervisi terhadap instansi lain seperti kepolisian atau kejaksaan.
Dalam Peratuan Perundang-undangan yang ada, terdapat beberapa institusi yang
memiliki kewenangan dan kapasitas masing-masing dalam hal pemberantasan
tindak pidana korupsi, yaitu: Kepolisian (Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002),
Kejaksaan (Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004), Komisi Pemberantasan
Korupsi (Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002). KPK dalam hubungannya
dengan kepolisian dan kejaksaan justru mengalami fase-fase ketegangan yang
sangat mencemaskan. Dalam beberapa perkara, seperti perkara Antasari Azhar,
perkara Anggodo dan Bibit-Chandra, yang tampak ke permukaan tak lebih dari
pertarungan sengit antar lembaga-lembaga tersebut. KPK sebagai koordinator tak
mampu mengambil “kendali” atas kedua lembaga tersebut. Alih-alih mengambil
kendali koordinasi, yang terjadi justru disharmoni dalam hubungan KPK dengan
kepolisian dan kejaksaan. Dalam konteks ini, terlepas apakah karena kejaksaan
dan kepolisian tak ingin berada pada posisi subordinasi KPK, namun yang pasti
mandat UU KPK untuk tugas koordinasi belum mampu dilaksanakan KPK
dengan baik. Usaha KPK untuk menempatkan diri sebagai pemicu dan
pemberdaya institusi yang merupakan “counterpartner” yang kondusif bagi KPK
dalam membangun kebersamaan pemberantasan korupsi belum membuahkan
hasil. Dengan pendekatan penelitian berbasis literature hukum, penelitian ini
menegaskan pentingnya kerja sama antar lembaga penegak hukum dalam
menangani korupsi yang sedemikian meluas dan sistematis. Kerjasama antara para penegak hukum yaitu KPK, Kepolisian dan Kejaksaan membentuk pola hubungan
koordinasi dan supervise ideal dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kata Kunci: Komisi Pemberantasan Korupsi, Koordinasi dan Supervisi
Penegakan Hukum, Kepolisian dan Kejaksaan
031324153084 | 2904 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain