Karya Ilmiah
TESIS (2523) - Upaya Hukum Peninjauan Kembali Pasca Putusan Mahkamah Knstitusi Nomor: 34/PUU-XI/2013
Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa yang hanya dapat mengajukan
Upaya Hukum Peninjauan Kembali adalah Terdakwa atau Ahli Warisnya. Tetapi
yang terjadi dalam beberapa kasus malah berlawanan dari ketentuan Hukum ini
Yang sepatutnya oleh Mahkamah Agung sendiri sebagai Lembaga yang paling
bisa menilai pelaksanaan Hukum Acara Pidana ini Khususnya Peninjauan
Kembali dapat bertindak tegas dan adil dalam melaksanakan Hukum Acara
Pidana agar terjadi kepastian hukum dalam sistem Peradilan Indonesia. Dalam
memutus permohonan peninjauan kembali yang diajukan Jaksa Mahkamah Agung
memiliki perbedaan sikap dalam satu sisi Permohonan upaya hukum Peninjauan
Kembali yang diajukan oleh Jaksa diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung Namun, disisi lain permohonan upaya hukum Peninjauan kembali yang
diajukan oleh Jaksa tidak diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI/2013 atas
permohonan terpidana Antasari Azhar, SH, MH, yang mengabulkan permohonan
pemohon, yang menyatakan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
sehingga dengan demikian permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap bisa diajukan lebih dari satu kali.
Dari hasil penelitian yang sifatnya yuridis normatif dan menggunakan metode
pengumpulan data yang meliputi, penelitian pustaka melalui pengumpulan bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder diperoleh kesimpulan yaitu secara
filosofis historis PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya dan
hal tersebut secara jelas diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang
menyatakan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau
ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung, dan tidak ada kalimat Jaksa sebagai pihak yang dapat
mengajukan upaya hukum PK, alasan MA yang mengabulkan permohonan PK
Jaksa bukan menggunakan metode penafsiran ekstensif, melainkan
melakukan interpretatio est perversio. Dengan demikian MA telah membentuk
dan menambahkan norma baru ke dalam norma limitatif Pasal 263 ayat (1)
KUHAP. Putusan MK bersifat final and binding sehingga harus ditaati dan
dihormati oleh semua pihak. Perdebatan pro-kontra yang muncul akibat adanya
Putusan MK No. 34/ PUU-XI/ 2013 merupakan pengayaan pengetahuan hukum
dan kajian akademik. Untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan maka perlu
dilakukan pembatasan PK sebanyak 2 (dua) kali dengan alasan pertama
pengajuan PK dengan alasan fakta terdapat putusan yang saling bertentangan,
atau fakta adanya kekhilafan/ kekeliruan nyata dari majelis hakim apabila
pengajuan PK yang pertama ini ditolak maka dapat diajukan pengajuan PK yang
kedua dengan alasan adanya novum , karena tidak mungkin suatu novum dapat
ditemukan lebih dari satu kali, Dengan adanya pembatasan, pengajuan PK ini
maka tidak akan mengganggu keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan
Kata Kunci : Peninjauan Kembali, Terpidana, Ahli Waris, Jaksa Penuntut Umum,
bukti baru, Putusan Mahkamah Konstitusi,
031224153095 | 2523 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain