Karya Ilmiah
TESIS (2410) - Putusan Pengadilan Yang Memerintahkan Penuntut Umum Untuk Melakukan Penuntutan Terhadap Korporasi
Dalam sistem hukum di Indonesia, korporasi adalah subjek hukum buatan
yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Sebagai subjek hukum
(rechtpersoon), korporasi bukan hanya diberi kewenangan untuk bertindak seperti
individu, tetapi ditambah dengan kebebasan yang besar dalam menjalankan
kegiatan ekonomi. Penelitian dilakukan atas dasar metode dan pendekatan normatif,
dengan melihat ketentuan hukum pertanggungjawaban pidana korporasi yang ada di
Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kewenangan Hakim
memutus agar Jaksa penuntut umum menuntut pelaku tindak pidana lain yang
terlibat, dan menganalisis akibat hukum Jaksa yang tidak melaksanakan perintah
pengadilan.
Hasil penelitian menemukan bahwa kewenangan Hakim memutus agar Jaksa
Penuntut Umum melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana adalah sesuai
dengan hukum positif Indonesia yang berkaitan dengan pemberantasan tindak
pidana korupsi, relevan dengan pertanggungjawaban pidana korporasi. Karena itu
proses peradilan pidana, didasarkan pada pertanggungjawaban perorangan, yang
pada umumnya adalah para pengurus atau pemegang saham atau orang yang
memegang peranan penting dalam beroperasinya korporasi tersebut.
Dengan demikian, konstruksi penyidikan dan penuntutan perkara didasarkan
pada perbuatan individu, dan tidak berorientasi pada pertanggungjawaban pidana
korporasi. Selain pengurus atau pejabat korporasi lainnya dapat dipidana, terhadap
korporasi itu sendiri akan dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Dengan demikian maka perbuatan pidana yang telah dilakukan dapat dielaborasi
dengan berorientasi pada perbuatan hukum yang dilakukan oleh korporasi.
Sehingga perlu dilakukan penuntutan lebih lanjut terhadap pihak-pihak yang terlibat
dapat dikonstruksikan dengan lebih akurat, mengenai perbuatan pidana yang telah
megakibatkan kerugian keuangan negara tersebut. Akibat hukum Jaksa yang tidak
melaksanakan perintah Pengadilan dilihat dari aspek penyelesaian perkara dapat
menjadi penghambat bagi upaya penegakan hukum untuk memidanakan pihak-
pihak yang terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi, dapat menyebabkan
lolosnya pelaku dari jerat hukum yaitu pihak-pihak yang telah menimbulkan
kerugian keuangan negara. Dilihat dari program Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Oleh Korporasi, akibat hukum Jaksa yang tidak melaksanakan perintah
pengadilan, berarti tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU. No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia, maupun Pasal 1 butir 6a KUHAP bahwa
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
031224153019 | 2410 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain