Karya Ilmiah
TESIS (2398) - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penghinaan Agama Yang Menggunakan Sarana Internet
Perkembangan yang pesat dalam teknologi internet menyebabkan
kejahatan baru di bidang agama salah satunya yaitu penghinaan terhadap agama,
yang mana kejahatan ini dilakukan menggunakan Internet, sedangkan agama
adalah elemen fundamental hidup dalam kehidupan manusia, oleh sebab itu
kebebasan untuk beragama dan tidak beragama, serta berpindah agama harus
dihargai dan dijamin. Hal ini diperkuat dalam konstitusi negara yaitu UUD Tahun
1945 dalam Pasal 28 huruf e dan Pasal 29 ayat (2) telah mengaminkan agar
masyarakat berhak memeluk agamanya masing-masing.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 156 dan 156a
telah mengatur mengenai masalah penghinaan agama, namun pengaturan KUHP
ini tidak dapat diterapkan apabila pelaku penghinaan agama tersebut
menggunakan media internet dalam melakukan aksinya. Penghinaan agama
dengan menggunakan sarana internet telah diatur pada Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal
45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tetang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut undang-undang tersebut pelaku
penghina agama dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila telah
memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam pasal 28 Ayat (2).
Bila dilihat dari ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 28 ayat (2),
pembuat Undang-undang membuat sanksi yang cukup berat bagi siapa saja yang
melanggarnya. Yakni berupa penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak satu miliar rupiah. Kata dan/atau disini berarti dalam penjatuhan
hukumannya oleh hakim dapat bersifat alternatif (memilih) atau dapat bersifat
kumulatif (menggabungkan). Sehingga orang yang melanggar pasal ini akan
dijatuhi hukuman penjara atau denda, dan juga dapat dijatuhi sanksi pidana dari
keduanya.
Pada putusan perkara pidana nomor: 45/PID.B/2012/PN.MR kenyataannya
Jaksa Penuntut Umum menggunakan Pasal 156a huruf a dan huruf b KUHP serta
Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dalam surat dakwaan yang berbentuk alternatif, hal ini
tentunya akan mempengaruhi pertimbangan Hakim dalam mejatuhkan Putusan
yang salah terhadap terdakwa. Seharusnya Jaksa Penuntut Umum membuat surat
dakwaan tunggal dengan memilih Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dengan lebih cermat
memahami tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
031214153057 | 2398 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain