Karya Ilmiah
TESIS (2182) - Miscarriage Of Justice dalam Pembalikan Beban Pembuktian pada Perkara Tindak Pidana Korupsi
Miscarriage Of Justice merupakan suatu keadaan gagalnya tercapai dari tujuan hukum yakni
keadilan dan kepastian hukum. Keadaan ini terjadi apabila terdapat ketidaksinambungan
penegakan hukum dalam suatu negara. Ketidaksinambungan dalam penegakan hukum
tersebut terjadi dapat disebabkan karena ulah para penegak hukum maupun dapat juga terjadi
karena terdapat aturan-aturan dalam negara tersebut yang saling bertentangan. Dewasa ini
korupsi merupakan kejahatan yang paling utama yang ingin diberantas didalam negara
Indonesia.Keadaan miscarriage of justice ini banyak pula terjadi dalam penegakan hukum di
Indonesia. Salah satu bentuk keadaan miscarriage of justice adalah terjadi pada penanganan
korupsi di Indonesia. Dimana dalam hal penanganan korupsi di Indonesia terdapat beberapa
proses beracara yang berbeda dengan aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana. Korupsi tergolong dalam tindak pidana yang luar biasa. Oleh karena itu, korupsi
tergolong dalam White Collar Crime yakni kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kedudukan tinggi. Karena sifat tindak pidana yang luar biasa tersebut maka
terdapat beberapa aturan dalam hukum acara penegakan kasus korupsi yang berbeda dengan
aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara pidana. Meskipun diperboleh kan didalam
undang-undang terdapat perbedaan aturan akan tetapi didalam pengaturan suatu aturan
hukum tidak boleh bertentangan dengan azas yang berlaku didalam negara tersebut. Didalam
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi diatur beberapa pasal yang
bertentangan dengan aturan didalam Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana. Perbedaan
tersebut terdapat dalam pembalikan beban pembuktian. Negara indonesia merupakan negara
civil law yang yang sangat memegang teguh kepastian hukum dalam penegakan hukumnya.
Apabila terdapat perbedaan dalam pengaturan undang-undang bahkan pertentangan terhadap
azas yang berlaku di Indonesia maka perlu dikaji ulang secara yuridis aturan yang mengatur
hal tersebut. Dalam hal ini, pembalikan beban pembuktian merupakan sistem pembuktian
yang diadopsi dari negara common law. Negara Indonesia merupakan negara civil law system
yang menggunakan Azas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Of Inouncence). Didalam
pembalikan beban pembuktian sangat rentan terhadap pelanggaran Azas Praduga Tidak
Bersalah (Presumption Of Inouncence). Didalam pengaturan pembalikan beban pembuktian
sangat mendekati terhadap Azas Paraduga Bersalah (Presumption Of Guilt) atau bahkan
Praduga Korupsi. Dengan dengan demikian Azas Praduga Bersalah (Presumption Of Guilt)
akan timbul dalam penanganan perkara korupsi dan hal itu telah menyalahi dari upaya
penegakan hukum di Indonesia yang menganut Azas Praduga tidak bersalah (Presumption Of
Innouncence). Didalam pasal 66 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana disebutkan
bahwa terdakwa tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembuktian karena beban
kewajiban pembuktian dimiliki oleh jaksa Penuntut Umum, akan tetapi didalam pasal 12b jo.
37 dan 38 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 diatur tentang terdakwa yang memiliki beban
pembuktian. Padahal, didalam hukum acara pidana di Indonesia apabila terdapat pertentangan
antara peraturan-peraturan dalam undang-undang, maka hal yang perlu diperhatikan adalah
kembali ke dalam azas hukum yang berlaku di negara tersebut.
Kata Kunci : Miscarriage Of Justice – Pembalikan Beban Pembuktian – Korupsi
031214153012 | 2182 | Ruang Tesis | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain