Karya Ilmiah
TESIS (1948) - Pembatalan Merger Oleh KPPU
Merger merupakan aksi korporasi yang sah dan diperbolehkan menurut Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, akan tetapi jika dilihat dari
hukum persaingan usaha yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tindakan merger tidak diperbolehkan
menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, bahkan tindakan merger
tersebut dapat dibatalkan sesuai ketentuan Pasal 47 huruf e UU 5/1999. Isu hukum yang
diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum bagi perusahaan yang mengalami
pembatalan merger oleh KPPU. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Hasil dari penelitian ini adalah : (1) Alasan-alasan pembatalan merger jika dilihat
berdasarkan ketentuan dalam UU 5/1999, UUPT, UU Perbankan, UU Pasar Modal, dan
UU Penanaman modal, pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu apabila tindakan merger
tersebut menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usah tidak sehat, untuk
mekanisme penilaian dari tindakan merger diserahkan kepada KPPU sebagai lembaga
otoritas khusus persaingan usaha yang akan menilai dan memutuskan tindakan merger
tersebut dapat dilanjutkan atau dibatalkan. Kriteria penilaiannya yaitu i) konsentrasi pasar,
ii) Hambatan masuk pasar, iii) Potensi perilaku anti persaingan, iv) Efisiensi, dan v)
Kepailitan. (2). Akibat hukum bagi perusahaan yang tindakan mergernya dibatalkan
terhadap status perusahaan tersebut ada tiga kemungkinan, (i) perusahaan tersebut kembali
seperti semula; (ii) perusahaan tersebut dibubarkan; (iii) pemisahan (spin off). Dari ketiga
opsi tersebut maka opsi pemisahan adalah yang paling relevan atau memungkinkan.
Pertama perusahaan yang melakukan pemisahan tetap eksis tidak perlu membubarkan diri
tapi perusahaan yang dipisahkan harus membentuk perusahaan baru. Kedua pembagian
aktiva dan pasiva tidak dilakukan sepenuhnya sehingga dapat disesuaikan seperti sebelum
terjadinya merger. Untuk memantau semua berjalan semestinya pihak KPPU bisa berlaku
sebagai pihak independen dalam RUPS pemisahan perusahaan tersebut. Jika perusahaan
tersebut keberatan atau tidak menerima putusan pembatalan tersebut, UU 5/1999
memberikan sarana berupa pengajuan upaya keberatan yang dapat diajukan kepada
pengadilan negeri, sampai dengan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pemerintah untuk : (1) Membuat aturan hukum
yang mewajibkan pre-notifikasi bagi perusahaan yang hendak melakukan merger,
sehingga sebelum memberikan persetujuan atau pengesahan instansi-instansi terkait
seperti Menkumham, Bank Indonesia, Bapepam dan BKPM mewajibkan perusahaan
tersebut melakukan laporan dan penilaian dari KPPU sebagai lembaga otoritas utama
dalam persaingan usaha, dan hasil penilaian KPPU menjadi salah satu syarat yang harus
dipenuhi perusahaan tersebut. (2) Membuat peraturan khusus merger yang berlaku untuk
semua bidang usaha. Tersebarnya pengaturan mengenai merger dalam berbagai peraturan
perundang-undangan di Indonesia pada suatu saat mungkin akan menimbulkan
dilematisasi hukum. Perbedaan pengaturan, kekosongan pengaturan, terlebih jika
pengaturannya tumpang tindih, akan mempersulit pemerintah dalam mengatur aktivitas
merger, dan tentu saja, akan semakin banyak merger yang dapat membahayakan
persaingan usaha. (3) KPPU merevisi PP 57/2010 dengan memasukkan ketentuan akibat
hukum berupa pemisahan (spin off) bagi pelaku usaha atau perusahaan yang tindakan
mergernya dibatalkan untuk menciptakan kepastian hukum bagi perusahaan tersebut
terutama mengenai status badan hukumnya.
Kata Kunci : Merger, Pembatalan Merger, KPPU
031142071 | 1948 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain