Karya Ilmiah
TESIS (1666) - Syarat Pengajuan Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah
Sertipikat Hak atas tanah merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas
tanah sehingga siapapun nama yang tercantum dalam sertipikat dianggap sebagai
pemilik yang sah atas tanah tersebut. Sebelum sertipikat hak atas tanah tersebut
diterbitkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan setempat, maka untuk menjadi
sertipikat harus melalui proses atau prosedur pendaftaran terlebih dahulu.
Sistem pendaftaran tanah yang digunakan oleh UUPA adalah sistem
publikasi negatif bertendensi positif dan untuk mengatasi kelemahan dari sistem
publikasi pendaftaran tanah, dimana Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda
bukti hak yang berupa sertipikat yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 19 Ayat (2) huruf c UUPA, pasal 23,
pasal 32, dan pasal 38 UUPA. Dimana alat pembuktian yang kuat adalah yaitu
data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat dianggap benar
sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain, sehingga dalam
hal ini sertipikat menjadi bukanlah sebagai satu-satunya tanda bukti hak tetapi
merupakan salah satu bukti saja. Selain itu tidak adanya batas waktu bagi pemilik
tanah yang sesungguhnya untuk menuntut haknya atau menggugat yang telah
disertipikatkan oleh pihak lain, sehingga untuk itu ditetapkanlah pasal 32 Ayat (2)
PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Dimana seseorang yang
merasa memiliki tanah tersebut dan hendak melakukan pembatalan hak atas tanah
harus memenuhi unsur suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah,
itikad baik dan secara nyata menguasainya, jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertipikat maka hak menuntutnya akan hilang (rechverwerking),
karena orang .tersebut dianggap telah menelantarkannya.
Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut tidak menjelaskan
tentang hakikat dari unsur-unsur tersebut sehingga menimbulkan suatu interpretasi
yang bermacam-macam di masyarakat. Selain itu dengan adanya unsur itikad baik
maka akibat hukum yang diinginkan pembuat peraturan agar sertipikat tanah
menjadi mutlak menjadi semakin sulit karena pada dasarnya itikad baik dimiliki
oleh tiap orang, sedangkan itikad buruk harus dibuktikan. Jadi beban pembuktian
ada dibeban pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut dan bersifat
nisbi. Agar tidak terjadi kekacauan di masyarakat dan terjadi suatu kepastian
hukum maka hendaknya ada suatu aturan pelaksana yang konkrit mengenai unsur- unsur yang terdapat dalam pasal 32 Ayat (2) PP nomor 24 Tahun 1997 tersebut. Kata kunci : syarat pengajuan, pembatalan sertipikat hak atas tanah, syarat
pengajuan pembatalan, pembatalan sertipikat, sertipikat hak atas tanah.
031042038 | 1666 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain