Karya Ilmiah
TESIS (1487) - Lembaga Parate Eksekusi Berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Fiat Pengadilan
Dana perkreditan sangat penting dalam kegiatan perekonomian, maka
sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait
mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang
dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Lembaga
jaminan yang dianggap paling efektif dan aman menurut lembaga perbankan
adalah jaminan Hak Tanggungan, karena di dalam Hak Tanggungan terdapat
kemudahan untuk mengidentifikasi obyek hak Tanggungan, jelas dan pasti
eksekusinya, disamping itu hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan
harus dibayar terlebih dahulu daripada tagihan yang lainnya dengan hasil
pelelangan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Pemanfaatan lembaga
eksekusi hak Tanggungan merupakan cara percepatan pelunasan piutang agar
dana yang telah disalurkan tersebut dapat segera kembali kepada kreditor.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan
pendekatan kasus (case approach) dengan menggunakan data primer dan data
sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan teknik Library Research yaitu
dengan menggunakan studi kepustakaan atau studi literatur dan dokumen yang
ada.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, eksekusi atas benda
jaminan tersebut dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
a. Parate eksekusi;
b. Titel eksekutorial; dan
c. Penjualan di bawah tangan.
Dari ketiga eksekusi Hak Tanggungan tersebut, penulis akan membahas
lebih lanjut mengenai parate eksekusi. Pelaksanaan parate eksekusi yang terjadi
dalam kurun waktu sejak diberlakukannya UUPA sampai dengan UUHT tidak
dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh bank selaku kreditor,
karena dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Repulik Indonesia No. 3210
K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986, yang salah satu ratio decidendi dalam
putusan tersebut menyatakan, pelaksanaan pelelangan diklaksanakan sendiri oleh
Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Tergugat asal I (Bank-
Kreditor)dan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri bandung, maka menurut
Mahkamah Agung lelang umum tersebut bertentangan dengan Pasal 224 HIR,
sehingga pelelangan tersebut tidak sah.
Ciri pokok dari parate eksekusi berdasarkan janji untuk menjual atas
kekuasaan sendiri adalah eksekusi dilakukan tanpa fiat ketua pengadilan.
Ketentuan Pasal 6 UUHT memberikan hak bagi pemegang Hak
Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi, pemegang Hak Tanggungan tidak
perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi juga tidak
perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan parate
eksekusi. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada
Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan
yang bersangkutan. Karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu
merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang (kewenangan
tersebut dipunyai demi hukum), maka Kepala Kantor Lelang Negara harus
menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut.
Kata Kunci : Parate Eksekusi, Hak Tanggungan
030810562 | 1487 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain