Karya Ilmiah
TESIS (1471) - Penanganan Dan Penyelesaian Bank Gagal Oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban atas dua permasalahan mengenai 1).
Apa kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melakukan penanganan dan
penyelesaian bank gagal? 2). Apa kriteria bank gagal yang dapat dilakukan penanganan dan
penyelesaian oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ?.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bertujuan mencari jawaban dari
suatu permasalahan hukum melalui pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konsep (conceptual approach) yang digunakan untuk mengkaji permasalahan
hukum sebagai tujuan untuk mencari jawaban. Pendekatan undang-undang (statute
approach) mutlak diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum mengenai
penanganan dan penyelesaian bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dengan latar belakang kepercayaan yang merupakan urat nadi berlangsungnya bisnis
perbankan, suatu bank dituntut untuk dapat menjaga kepercayaan nasabahnya dengan jalan
menjaga kesehatannya dengan berpedoman pada prinsip kehati-hatian (prudential principle).
Suatu bank yang kehilangan kepercayaan akan berakibat buruk bagi bank itu sendiri dan
nasabah penyimpan dana yaitu terjadinya rush atau bank panic, tidak cukup disitu saja imbas
yang lain dapat lebih buruk lagi apabila sampai bank tersebut mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya hingga berakibat dicabut izin usahanya oleh Bank
Indonesia atau Lembaga Pengawas Perbankan. Untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat, maka Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden
Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan
Rakyat, membuat kebijakan Blanket Guarantee yang merupakan sistem perlindungan secara
menyeluruh baik terhadap nasabah penyimpan bank maupun kreditor. Kebijakan Blanket
Guarantee tidak berlangsung lama karena terlalu luas lingkup penjaminannya sehingga
mengakibatkan 3 (tiga) permasalahan utama yang dihadapi sistem perbankan yang Pertama,
adalah ketidakjelasan tentang siapa yang dilindungi masyarakat ataukah bankir; Kedua, akan
selalu muncul ketidak profesionalan dalam pengelolaan bank, tanggungjawab manjemen
bank cenderung rendah; Ketiga, resiko kerugian negara akan cederung tinggi. Untuk tetap
menjaga kepercayaan nasabah penyimpan dana maka Pentingnya sesuai amanat Undang-
Undang, yaitu Pasal 37 B Undang-Undang Perbankan yaitu : 1. Setiap bank wajib menjamin
dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan; 2. Untuk menjamin simpanan
masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin
Simpanan. Maka pada Tanggal 22 September 2004, pemerintah mengesahkan UU LPS
menjadi dasar hukum Pemerintah membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut
Undang-Undang tersebut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah, suatu lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjalankan fungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dana sesuai Pasal 6 ayat (1) UU LPS, dalam hal
penanganan bank gagal diberikan wewenang sebagai berikut:
a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan;
b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta;
c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan (LPS);
viii
d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan
laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank;
e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud
pada huruf d;
f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), guna melaksanakan
sebagian tugas tertentu;
h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan
menjatuhkan sanksi administratif.
Untuk menjalankan fungsi memelihara stabilitas sistem perbankan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU LPS, dalam hal penanganan Bank
Gagal memiliki kewenangan sebagai berikut :
a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk
hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
b. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan;
c. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang
mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan
d. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban
bank tanpa persetujuan kreditur.
Bank gagal yang dilakukan penyelesaian oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Bank Gagal (failing bank) menurut ketentuan Pasal 1 ayat (7) UU LPS adalah, bank yang
mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan
tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) (adalah Bank
Indonesia atau lembaga pengawas sektor jasa keuangan), sesuai dengan kewenangan yang
dimilikinya. Menurut Pasal 22 ayat (1) UU LPS, meliputi penyelesaian bank gagal yang
berdampak tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak
melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud; dan Penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan
pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.
030943004 | 1471 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain