Karya Ilmiah
TESIS (1407) - Penerapan Prinsip Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Penerapan Prinsip Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur merupakan penelitian guna melihat sampai
sejauhmana penerapan ketiga pilar tata pemerintahan yang baik ini. Selain ketiga pilar
tersebut, asas-asas umum pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif bdengan memperhatikan
asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Hal ini dituangkan dalam
pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005. Peraturan ini adalah penjabaran dari
paket undang-undang keuangan, yakni, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
Transparansi merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluas-luasnya. Sedangkan
partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan
mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Di Jawa Timur, hal tersebut
diwujudkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang
materinya diharapkan menjadi aspirasi yang dapat ditampung dalam penyusunan APBD
dalam bentuk Peraturan Daerah. Dalam realitanya, tidak semua aspirasi bisa
diakomodasi.
Penggunaan keuangan dalam APBD, harus bisa dipertanggungjawabkan.
Akuntabilitas keuangan dilakukan melalui laporan keterangan pertanggungjawaban
kepala daerah. Selain itu, kepala daerah juga menyampaikan dalam bentuk laporan
keuangan pada BPK yang disusun sesuai dengan standar akuntasi pemerintahan. Oleh
BPK kemudian dikeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat opini. Untuk
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian.
Opini yang sama diperoleh pada tahun 2008. Namun menjadi pertanyaan tersendiri
ketika Laporan Hasil Pemeriksaan BPK saat itu menyatakan terhadap program P2SEM,
terdapat temuan “digunakan tidak sesuai tujuan” pada 5 titik lokasi. Dalam
perkembangannya memunculkan fenomena P2SEM, karena terjadi pemeriksaan besar-
besaran di seluruh Provinsi Jawa Timur yang kemudian memunculkan indikasi terjadi
kerugian daerah sehingga harus dipertanggungjawabkan tidak hanya secara
administrasi tapi sampai pada jalur hukum. Akibatnya, program pemerintah yang diberi
nama P2SEM ini dari financial policy kemudian menjadi criminal policy yang menyeret
banyak pihak masuk penjara.
030943001 | 1407 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain