Karya Ilmiah
TESIS (1389) - Kewenangan Pengadilan Mengadili Sengketa Para Pihak Yang Telah Terikat Dalam Perjanjian Arbitrase
Konsep hukum bahwa pranata arbitrase sebagai suatu bentuk alternatif
penyelesaian sengketa, memiliki kompetensi absolut berada diluar kewenangan
pengadilan teryata senantiasa menghadapi batu sandungan. Persoalan yang terkait
dengan kewenangan mutlak pranata arbitrase ini, dalam banyak kasus teryata
menjadi persoalan tersendiri yang tidak kunjung terselesaikan. Mulai dari kurang
difahaminya asas separabilitas, hingga tidak diakui dan diterimanya kompetensi
absolut tersebut oleh Pengadilan Negeri, yang membawa konsekuensi hukum
pengadilan juga berwenang mengadili perkara atau sengketa yang sudah diserahkan
kewenangannya kepada pranata arbitrase.
Alih-alih bahwa perjanjian pokok yang menjadi dasar lahirnya perjanjian
arbitrase tersebut berakhir, karenanya dianggap berakhir pula perjanjian arbitrase.
Hal inilah yang terjadi dalam kasus sengketa antara PT. Tempo dengan PT. Roche
Indonesia. Dengan adanya pengakhiran distributorship agreement secara sepihak
oleh PT. Roche Indonesia, PT. Tempo berpendapat bahwa berakhir pula seluruh
distributorship agreement termasuk perjanjian arbitrase yang mereka sepakati.
Artinya badan arbitrase tidak lagi berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi, dan karenanya PT. Tempo (Penggugat) mengajukan gugatan kepada PT.
Roche Indonesia (Tergugat) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pendapat yang
seperti itu jelas tidak selaras dengan asas separabilitas sebagaimana terimplementasi
dalam ketentuan Pasal 10 huruf “h” UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
030810032 | 1389 | Ruang Tesis | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Digudangkan |
Tidak tersedia versi lain